BRI Dorong Pemerataan Digital – BRI kembali menegaskan komitmennya terhadap kemajuan bangsa, kali ini dengan langkah konkret yang mengguncang sekat ketimpangan: penyaluran bantuan bonus new member 100 infrastruktur teknologi ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Bukan sekadar wacana CSR, ini adalah perlawanan nyata terhadap ketidakadilan akses digital yang selama ini membelenggu masa depan generasi di pelosok Indonesia.
Melalui program bertajuk “BRI Peduli Digitalisasi 3T”, BRI hadir bukan hanya sebagai lembaga keuangan, tetapi sebagai agen transformasi. Bantuan yang di salurkan bukan hanya berupa perangkat keras seperti komputer, jaringan internet, dan server edukasi, tetapi juga pelatihan digital yang menyasar pelajar, guru, dan masyarakat lokal. BRI ingin memecahkan tembok keterisolasian informasi yang mengurung potensi emas anak-anak di wilayah terpencil.
Kronologi Lengkap BRI Dorong Pemerataan Digital Pendidikan
Tidak bisa di bantah, infrastruktur teknologi adalah tulang punggung kemajuan sumber daya manusia (SDM) di era digital. Tanpa akses internet, dunia luar terasa jauh dan gelap bagi masyarakat 3T. Inilah yang menjadi perhatian serius BRI: membangun jembatan digital agar anak-anak di Nias, Papua, dan perbatasan Kalimantan tidak lagi tertinggal jauh dari Jakarta, Bandung, atau Surabaya.
Salah satu contohnya terjadi di Kabupaten Boven Digoel, Papua. BRI membangun pusat belajar digital yang di lengkapi komputer, akses Wi-Fi stabil, dan konten edukatif interaktif. Anak-anak yang sebelumnya belajar menggunakan buku lusuh dan papan tulis reyot, kini mengenal dunia luar melalui layar monitor. Mereka belajar coding dasar, desain grafis, hingga menjelajahi dunia pengetahuan dengan Google Earth.
Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di man2manggarai.com
Pelatihan Digital: Transfer Ilmu yang Menghidupkan Asa
Tak berhenti pada pembangunan fisik, BRI mengerti bahwa keberlanjutan terletak pada transfer pengetahuan. Maka, pelatihan digital menjadi senjata utama berikutnya. Guru-guru lokal di ajarkan cara mengakses platform e-learning, memanfaatkan media presentasi interaktif, dan membangun komunitas digital edukatif di media sosial.
Pelajar pun di ajak memahami bagaimana menggunakan teknologi bukan hanya untuk hiburan, tapi untuk membangun masa depan. Mereka di kenalkan pada coding, dasar-dasar kewirausahaan digital, dan literasi keamanan siber. Hal yang bagi anak-anak kota sudah menjadi hal biasa, kini menjadi sumber semangat baru bagi mereka yang dulu terpinggirkan.
Bukan Proyek Elit, Tapi Akar Rumput
Berbeda dari proyek-proyek mercusuar yang seringkali hanya indah di laporan tahunan, BRI menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan objek. Kebutuhan masyarakat lokal di dengar, pendekatannya di sesuaikan dengan budaya dan bahasa setempat. Di wilayah NTT misalnya, pelatihan digital di berikan dalam bahasa daerah agar lebih mudah di serap oleh warga lansia yang tetap semangat belajar.
Program ini bukan instruksi dari atas, melainkan hasil dialog, partisipasi aktif, dan gotong royong. BRI memfasilitasi, masyarakat yang menggerakkan. Inilah kekuatan sesungguhnya: teknologi yang tidak memisahkan, tapi menyatukan visi dan langkah.
SDM Unggul Harus Dimulai dari Pinggiran
Bangsa ini tidak akan pernah benar-benar maju bila hanya memelihara potensi di pusat kota. Pembangunan harus merata, dan pendidikan digital harus menembus batas-batas geografis. BRI paham benar bahwa kualitas SDM tidak boleh di tentukan oleh tempat lahir atau kode pos. Oleh karena itu, program infrastruktur teknologi di daerah 3T adalah bukti bahwa semua anak Indonesia berhak memiliki mimpi besar.
Dengan infrastruktur dan pelatihan yang tepat, generasi muda dari pelosok negeri bisa bersaing di kancah nasional bahkan global. Mereka tidak hanya akan menjadi pengguna teknologi, tapi pencipta inovasi. Dan semua ini di mulai dari satu hal: keberanian untuk membangun fondasi di tempat yang selama ini di lupakan.